Ketika huruf-huruf menari di ujung jemari sebab kenangan di tepi ingatan...
Sabtu, 31 Januari 2015
(Akhirnya) Jatuh Cinta Lagi
Jumat, 30 Januari 2015
Kepada Manekin yang Masih Gelisah
Kamis, 29 Januari 2015
Sekian Alasan Aku Harus Menyuratimu
aku ingin menulis surat
sepanjang tinta yang meresap
di pori-pori kertas berjuta kerat
sebab sajak tak lagi mampu
menggalas milyaran rindu
yang bertamu begitu penuh
aku ingin menulis surat
sepanjang lelah jemari setelah enam kali
pagi yang sulit
sebab puisi terlalu mewah
untuk kata-kata sederhana
dari pikiran perempuan
yang sungguh rumit
di surat itu kelak kutuliskan rapih
kata-kata seindah kaligrafi
yang pernah dibuatkan kawan semasa sekolah
agar matamu tinggal lebih lama
di antara barisan jeda
yang merunut sejarah percakapan
tempat kita tak sengaja
tersandung pada satu kata
yang mereka sebut cinta
aku akan berpikir lama
sebelum beberapa kertas harus
menengok tempat sampah
dengan sepaket gerutu soal
tulisan yang tak sempurna
atau emosi yang tetiba meletus
membicarakan cuaca paling gerah
di antara kenangan yang mencoba kekal
pada akhirnya
yang terekam di dalam surat
yang habiskan kertas berjuta kerat
ialah hal paling tak penting
yang menjadi sedemikian genting
untuk sebuah maha rencana
yang mereka sebut cinta
mungkin aku akan bertanya
warna apa yang paling kau suka
selain merah yang kerap
berakhir di kemejamu
dan sisa cahaya yang acap
menemani kopimu
sebab sebuah amplop yang akan meringkas
milyaran rindu yang bertamu terlalu lekas
haruslah dikemas dengan pikir
yang membuatnya jadi emas
akan kupercayakan rindu yang begitu penuh
pada sebuah kotak berwarna merah
yang kucari pada minggu yang ramah
setelah berkilo abu jalanan
tempas menggerus roda sepedaku
lalu aku merapal namamu
pelan-pelan
ketika mulut kotak menelan
rindu
kelak kubayangkan kau di pagi hari
dengan secangkir kopi di tangan kiri
bertanya-tanya kepada seorang tua
bersama peluh dan keluh yang terlalu dini
tentang jalan kota yang kian penuh
untuknya dan sepeda motor yang warnanya
persis sama dengan senja yang pernah
kita bayangkan di antara ribuan detik
saat satu garis berkedip-kedip
siapakah yang begitu purwa
mengirim paket rindu dalam amplop bermilyar kata?
kemudian keningmu berkerut
membaca nama di kertas yang terlanjur kusut
sebelum menyapa tumpukan kisah di dekat
keranjang baju kotor yang hampir berlumut